Dunia Islam Minim Hak Kemanusiaan, Advokasi Kemanusiaan Harus Ditegakkan

Urgensi Advokasi Kemanusiaan Dunia Islam. 

Dunia Islam Minim Hak Kemanusiaan, Advokasi Kemanusiaan Harus Ditegakkan.
 oleh:
Norma Azmi Farida 
Urgensi Advokasi kemanusiaan dalam dunia Islam sangatlah penting, prinsip-prinsip yang tegas dan adil mampu menghidupkan semangat Islam dalam menerima hasrat persaingan di era modern adalah sebagai ajang kebutuhan, terutama menghindari masa kelam Islam yang sering diasosiasikan dengan terorisme, hak asasi perempuan, penggunaan jihad yang belokkan, mempolitisasi agama, serta kasus kekerasan.

Advokasi disebut juga suatu pembelaan. Karena dari Advokasi kemudian melahirkan kesadaran untuk melakukan perubahan, perlawanan, dan pembelaan. Institut Advokasi Washington DC menjelaskan definisi Advokasi merupakan upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang dan kebijakan yang bertujuan menciptakan masyarakat yang adil dan merata. 

Pelaku reformis advokasi ini bisa dilakukan oleh kalangan mahasiswa, pemerintah, TNI dan lain sebagainya. Namun, gerakan reformis ini sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia Islam, gerakan reformis sudah ada di dalam dunia Islam sejak abad ke 12. Ibnu Rusy seorang filusuf  dan ahli hukum di Andulusia merupakan tokoh pertama Islam yang ingin mereformasi Pemaknaan agama yang dominan pada masa itu. Dan gerakan reformis di dalam dunia Islam tidak dapat dipandang dari satu kubu, beberapa kelompok reformis memiliki sudut pandang dan pemaknaan yang berbeda, sesuai konflik pada masanya.

Konflik dunia Islam yang terjadi abad terakhir ini adalah krisis kemanusiaan, berawal dari munculnya gerakan propaganda kelompok radikal yang mengatasnamakan revolusioner Islam yang berani menjanjikan kaum Islam lebih memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Gerakan radikal ini di monitori oleh tindakan kekerasan. Janji manis kelompok radikal yang diberikan kepada masyarakat Islam adalah memperoleh atas apa yang mereka cita-citakan, dengan tidak meninggalkan titah masa lalu sesuai ajaran yang ditinggalkan Rasul.

Salah satu negara timur tengah yang berhasil digiring oleh gerakan radikal adalah Suriah. Seperti halnya yang dikatakan oleh dosen penulis, yang bernama Najih Arromdloni selaku Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami), setelah mengetahui dari pengalamanya ketika di Suriah, Najib mengatakan, hal yang paling fundamental agar Indonesia tidak jatuh ke dalam kondisi (hancur, luluh, lantak, krisis multidimensi) seperti Suriah, yaitu dengan tidak mempolitisasi agama. Najib menyatakan demikian ketika melihat beberapa kelompok yang gemar menggunakan mimbar masjid sebagai hujatan politik. Menurutnya segala usaha malancurkan agama untuk kepentingan politik harus di tolak. Masjid yang semula sejuk tempat untuk bernaung mendekatkan diri kepada Allah, berubah menjadi tidak nyaman dan tidak lagi mejadi tempat untuk berteduh. Dari cerita Najib Arromdloni juga ada berita demontrasi, ratusan korban Suriah Damaskus meninggal akibat ditembak oleh aparat keamanan, padahal demonstrasi ini hanya dilakukan oleh 30 orang. Dan demonstran yang dikabarkan meninggal ternyata masih hidup. Kondisi Suriah yang buruk, mengakibatkan Suriah susah damai.

Menjauhkan kepercayaan terhadap pemeritah adalah salah satu tujuan kelompok radikal. Menghancurkan negara adalah bentuk keberhasilan kelompok radikal. Dengan memfitnah kelompok pemerintahan, kemudian mengajak untuk menjadikan negara berkhilafah, karena dalam sejarah, masyarakat Timur Tengah kurang mempercayai dengan sistem demokrasi. Kelompok radikal mengaku, segala yang mereka lakukan itu sangatlah mulia, meskipun membunuh, membantai, mempolitisasi agama, karena mereka berhasil meyakinkan masyarakat dengan mengaku mengembalikan sunnah Rasul. Dan masyarakat Islam yang sudah terhasut oleh kelompok radikal tidak bisa menghindari perbuatan yag sudah diperintahnya. Karena kelompok radikal  berhasil membunuh karakter pemikirannya.  

Kemudian kasus di Tunisia, penulis mengambil sumber di Jurnal Al- Mawarid edisi 18 tahun 2008, negara Tunisia merupakan satu satu nya negara Islam yang melarang poligami, alasan Tunisia melarang adalah poligami merupakan sebagaimana halnya perbudakan intitusi yang selamanya tidak bisa diterima oleh mayoritas umat manusia. Hukum semacam inilah membuka pintu terhadap kelompok radikal untuk memporak porandakan hukum yang sudah berlaku di Tunisia. 

Sebenarnya pola pola tindakan kelompok radikal sudah bisa kita cium dinegara kita, sesuai apa yang dikatakan Najih Arromdloni selaku Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) pada paragraf diatas,  bagaimana tidak, banyak bermunculan yang mengaku ulama, dan mengatakan bahwa ulama di Indonesia seperti Gus Mus dan yang lainnya dikatakan penganut Liberal. Gus Dur ketika masih menjabat sebagai presiden Indonesia, difitnah sana sini demi kepentingan politik. Suku, adat, ras dan budaya di Indonesia dianggap mengancam kehidupannya. Karena budayanya tidak sesuai dengan ajaran Rasul dianggap bid’ah dan Islam garis keras bahkan kafir.

Oleh karena itu, dengan lahirnya advokasi sebagai urgensi kemanusiaan dunia Islam sangatlah dibutuhkan dan berharap advokasi kemanusiaan mampu menghidupakan dunia Islam di tengah era modern. Dunia Islam bukanlah dunia yang kolot, islam datang dengan sejuk sebagai solusi persoalan dunia, bukan datang sebagai masalah. Islam bukanlah alat politisasi agama. Jangan sampai negara kesatuan Indonesia hancur karena politisasi agama demi kepentingan pribadi atau kekuasaan.






Komentar