Pintar dan Bodoh Saya Tak Punya, Tapi,  Izinkan Saya Nulis


Tulisan terakhir ditahun 2018 ini saya dedikasikan untukmu, azmi. Karena sudah menjadi pribadi yang menginspirasi untuk masyarakat. Terus bersemangat dan berkarya.

Wahahaha,, gara gara masih mimpi berharap ada yang bilang kayak gitu ke gua, jadi  gua tulis sendiri. Kalimat diatas bukan berarti gua ambisi pengen dibilang kayak gitu, kagak!. 
Cuma, kalimat diatas untuk memberi semangat gua dalam menjalani proses. Fighting!!

Oke, literally, gua nggk akan bahas kalimat diatas. Itu hanya pembukaan tulisan saja, karena gua bingung mau buka tulisan pake apa, pake pintu atau jendela. Ssssttzz, receh.


Lanjut. Gua bakal bahas tentang lingkungan media. Belakangan ini, bahkan dekade ini, media sosial terkesan kagak menarik, jika tidak dicampur tangan dengan kehidupan sosial. 
Contoh hal kecil saja, seorang artis dikabarkan terjaring  kasus prostitusi online.

Bulan bulanan para netijen pasti sudah tak ketinggalan lagi, comment pedas maupun baik menggenang diakun tersebut, 
“tu orang ngapain? Artis udah kere kali’ ya,  atau udah nggk laku jadi artis.

 Huh.. ngapian coba kalimat kalimat tersebut masih bisa berkeliaran di sosial media. Tapi biarin, kitapun tak perlu menghakimi begitu saja. Anggap saja itu semua, bentuk ijtihad mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karna baik itu relatif.

Anehnya kenapa juga media itu serius melakukan pemberitaan tentang artisnya, padahal kasus tersebut sudah biasa di Indonesia.

 Seharusnya media ini menggencarkan bagaimana pemerintah segera membongkar kasus prostitusi online. Bukan malah media menggencarkan pemberitaan membongkar aib orang. Jangan mentang mentang dia artis. Sudah dipastikan artikel berita banyak yang baca. Dan sudah saatya media Indonesia itu harus adil dalam pikiran. 

Selanjutnya masih seputar lingkungan media, akhir tahun 2018 juga tercuat kabar penyitaan buku berpaham kiri di kota Kediri.
 Jujur gua kaget juga adanya kasus itu yah, karena mengingatkan saya pada dekade orde baru. Yang mana film G 30 september PKI dilarang tayang karena berpaham kiri. Yahh,, asli gua juga nggk paham sih, barangkali temen temen mau koment dibawah alasan TNI melakukan penyitaan buku tersebut. 
gua nggk paham karena waktu gua skolah, guru gua nggk ngajarin historitas sejarah awal mula visi misi menjadi Indonesia sampai orde baru. 

Cuma yang gua tau dari buku, pada masa orde baru, siapaun dia yang berani menggugat sejarah resmi dihukum berat, dan akibatnya orang Indonesia yang lahir dan dibesarkan dalam dua generasi terakhir, hidup tanpa mengalami pendidikan.

Oke. Kembali lagi ke media massa/ sosial, sejauh ini media sosial banyak mengalami perkembangan, baik penggunanya atau kegunaanya. 

Tapi tak semua perkembangan itu baik. Media sosial sudah menjadi alat diskusi publik, misalnya saja terkait demokrasi. Demokrasi Indonesia nyaris menjadi perdebatan publik di media sosial. 

Diskusi ngalor ngidul tapi pada dasarnya banyak yang tak mengetahui sejarah kelam bangsa. Tapi ada baiknya terjadinya amnesia sejarah tak mempengaruhi rasa nasionalisme bangsa. Kecintaan pada bangsa bahkan dianggap tanpa syarat, biarpun melupakan sejarah kelam bangsa, khususnya orde baru, 

eitts. Ibarat kata, “Cinta itu buta”eakkk... wahahaa

Gua Cuma berharap makna Demokrasi tak lepas dari visi misi sejarah Indonesia, tujuannya agar kita terhindar dari kecenderungan pemikiran individu yang berlebihan yang terjadi dalam berbagai diskusi.  

Salam taat pada kebodohan saya!

Komentar

Posting Komentar