Hidupkan Budaya Leluhur dengan Living Quran dan Hadis

Hidupkan Budaya Leluhur dengan Living Quran dan Hadis
Oleh:
Norma Azmi Farida


       
       Memahami fenomena tradisi budaya leluhur yang masih kental hingga sekarang dalam dunia Islam sangatlah penting. Prinsip-prinsip tradisi budaya yang tegas mampu menghidupkan semangat Islam untuk lebih mendalaminya melalui Al Quran dan Hadis. Selain itu, juga sebagai kebutuhan ilmu pengetahuan serta untuk menjawab tantangan munculnya persaingan budaya di era modern. Oleh sebab itu, CRIS Foundation (Center for Research and Islamic Studies) mengadakan wisata literasi yang bertepatan di Jogja. Wisata literasi bertemakan “Literasi Substantif-Kontekstual dengan Menjaga Kearifan Lokal”.

       Acara wisata literasi diselenggarakan di tiga tempat, salah satunya di Gedung PascaSarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, di sini peserta disibukkan untuk membahas fenomena living quran dan hadis. Narasumbernya juga tidak kalah kondang, sudah pasti ahli dalam bidang living quran dan hadis. Alasan kenapa kajian living quran hadis di UIN SUKA, Karena memang UIN Jogja terkenal dengan kajian tersebut. Bahkan, kalau kita ingin mendalami kajian living, UIN Jogja lah recomendednya. Selain itu, Ahmad Rafiq, selaku dosen UIN SUKA mengaku bahwa teori living quran dan hadis lahir di UIN Jogja. Dan, Rafiq lah salah satu penggerak dari teori ini.

       Satu hari sebelum acara, saya datang lebih dulu di Jogja, dengan niat silaturahim ke teman-teman saya yang ada di Jogja. Sempat saya ngopi dengan mahasiwa Fakultas Ussuluddin di UIN SUKA, mereka mengaku bahwa kajian living quran dan hadis tidak hanya diberikan untuk mahasiswa prodi Ilmu Al-quran Tafsir dan Ilmu Hadis. Prodi lain juga mempelajari toeri living quran dan hadis. Seperti yang dikatakan teman saya dari prodi Sosiologi Agama Fakultas Ussuluddin UIN SUKA, living quran hadis dipelajari sangat mendalam di prodinya. Bahkan, matakuliah tersebut tidak cukup jika ditempuh dalam waktu satu semester saja, karena dia perlu mempelajari metode penelitian living quran dan hadis dulu, dari mulai sosiologi, antropologi dan lainnya.
   Selanjutnya, Jogja juga merupakan daerah yang masih kental akan budaya klasiknya. Ritual yang disakralkan masih ditradisikan hingga sekarang. Kemudian keraton tidak ubah sebagai pusat kebudayaan yang ada. Pelbagai kitab kuno, alat musik gamelan, tari-tarian adat, wayang, budaya sajen dan lain sebagainya masih tercium hangat di Jogja. Ciri khasnya sebagai kota budaya yang selalu menarik minat wisatawan apalagi pelajar.

       Saya akui terkagum-kagum mendengarnya, pelajar yang mempelajari living quran dan hadis mampu berfikir kedepan dengan mengkroscek fenomena di belakang. Sadar akan budaya, apalagi eksistensi tradisi budaya klasik yang dikaitkan dengan Al-quran dan hadis. Sebagai pegiat ilmu Alquran dan hadis, sudah saatnya membuka mata tentang ciri khas tradisi budaya tiap daerah yang dimiliki. Tugas pegiat keilmuan adalah menggali sisi sains ilmu Alquran dan Hadis dari fenomena budaya yang ada di sekitar kita. Karena, ilmu Alquran dan hadis bukanlah ilmu yang stagnan pada zamannya. Keauntentikan ayat Alquran mampu menjawab fenomena alam atau budaya dari sepanjang zaman.

       Oleh sebab itu, dengan lahirnya living quran dan hadis dalam keilmuan Islam sangatlah dibutuhkan dan diharapkan mampu menghidupakan fenomena tradisi budaya yang telah dibangun oleh leluhur kita. Yakni, dengan tetap berpijak pada eksistensi tektual Alquran dan hadis. Sehingga, budaya mampu bersaing di era modernitas dan tetap hangat di dunia Islam. Dan, untuk menjaga kelestarian budaya, kita tidak bisa meninggalkan masa lalu.

Komentar

Posting Komentar